Jatim  

Transaksi Lahan Tanpa Sertifikat untuk SMA Prambon, Dikbud Sidoarjo Disorot

Transaksi Lahan Tanpa Sertifikat untuk SMA Prambon, Dikbud Sidoarjo Disorot

Sidoarjo, Suryanews.net – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo melakukan transaksi pembelian lahan seluas 3 hektar di Desa Kedung Wonokerto, Kecamatan Prambon, untuk pembangunan SMA Negeri. Namun, lahan tersebut dipastikan tidak dilengkapi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Berikut adalah artikel yang telah diedit sesuai dengan gaya penulisan yang Anda ajarkan dan dilengkapi dengan kutipan sumber:

Pembelian lahan seluas 3 hektar di Desa Kedung Wonokerto, Kecamatan Prambon, oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo untuk pembangunan SMA Negeri menjadi sorotan publik. Pasalnya, lahan yang dibeli tersebut ternyata tidak dilengkapi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), sebuah dokumen penting dalam transaksi jual beli tanah.

Kepala Dikbud Sidoarjo, Tirto Adi, memastikan bahwa pengadaan tanah telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, meski hanya didukung oleh SK Gogol Tetap dari Pemerintah Desa Kedung Wonokerto yang telah disahkan oleh Bupati Sidoarjo, serta SK dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo tentang pemberian hak milik. Meski demikian, tidak adanya SHM dalam transaksi ini memicu pertanyaan dari berbagai pihak.

Dimas Yemahura Alfarauq, praktisi hukum dari LBH Damar Sidoarjo, menegaskan bahwa dalam setiap transaksi lahan oleh pemerintah, keberadaan SHM adalah syarat mutlak. Ia mempertanyakan dasar hukum transaksi ini, terutama mengingat bahwa lahan tersebut dibeli bukan dari petani penggarap yang tercantum dalam SK Gogol Tetap, tetapi dari pihak lain yang sebelumnya telah membeli lahan tersebut dari petani.

Lebih lanjut, Dimas mengungkapkan adanya indikasi praktik yang tidak transparan dalam proses ini, di mana lahan yang dibeli dengan harga murah dari petani dijual kembali ke Pemkab Sidoarjo dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Fakta bahwa lahan tersebut dibeli seharga Rp 13 miliar dan kemudian dijual ke Dikbud seharga Rp 25 miliar menambah kecurigaan akan adanya permainan di balik transaksi ini.

Dimas juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengambil tindakan. “Kalau kasus ini dibiarkan, bakal muncul pertanyaan publik, ada apa dengan APH kita?,” ujarnya tegas, seperti dikutip dari dnnmedia.net (18/8/2024)

Kasus ini, menurut Dimas, menunjukkan bahwa birokrasi di Pemkab Sidoarjo belum belajar dari berbagai kasus korupsi sebelumnya yang menjerat tiga bupati Sidoarjo berturut-turut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *