Jatim  

Tambang Galian C di Desa Mantup Beroperasi Ilegal, Pemilik Bernama Sutris

Tambang Galian C di Desa Mantup Beroperasi Ilegal, Pemilik Bernama Sutris

Lamongan, Suryanews.net – Maraknya aktivitas tambang galian C ilegal di wilayah Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan, menunjukkan ketidakberdayaan aparat penegak hukum terhadap mafia tambang di wilayahnya. Akibat pembiaran itu, tambang ilegal tumbuh subur dan merajalela di berbagai wilayah di Kabupaten Lamongan.

Dampaknya, ratusan miliar miliar pendapatan daerah dari sektor tambang tidak masuk ke kas daerah karena pelaku tambang ilegal tersebut. Belum lagi alam dirusak yang berpotensi longsor, rusaknya ekosistem, dan menyusutnya sumber mata air.

Ketidak berdayaan penegakan hukum terhadap pelaku di sektor tambang ilegal membuat masyarakat tak yakin bahwa aturan hukum tentang tambang mineral dan batu bara (minerba) berlaku di wilayah Dusun Mantup, Desa Mantup, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan.

Jika dilihat dari aktivitasnya, kegiatan pertambangan di Desa Mantup, sudah beroperasi kurang lebih 1 minggu, sehingga nampak kerusakan ekosistem di lokasi tambang sungguh memprihatinkan.

Pelaku tambang di Desa Mantup yang dipanggil Sutris, saat tim investigasi tim media dan lembaga LP KPK menghubunginya melalui sambungan telpon, dia mengakui jika tambang galian c yang beroperasi di Desa Mantup dikelola olehnya. Dia juga mengakui apabila tambang tersebut belum berizin dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Usai mengakui kepemilikan tambang tersebut, dia berkata, “Sekarang masih sepi. Satu hari masih dapat 18 rit, gak sampai 20 rit. Masih sepi.”

Senada diucapkan oleh Joko selaku checker atau pekerja yang menghitung ritase di tambang galian c milik Sutris.

“Sampean tanya, tdlpon sama pak Sutris langsung aja. Saya disini hanya menulis mobil keluar masuk dan saya hanya bekerja,” ungkap Joko, Rabu 15 Mei 2024.

Sutris cukup pandai dalam menata birokrasi meski lokasi pertambangannya diduga tanpa mengantongi izin, namun kegiatannya ramai dan lancar. Pertambangan yang dikelola Sutris ini menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain alam yang ditambang, jalan yang dilintasi truk pengangkut material tambang juga mulai rusak.

Saat tim awak media dari Media dan lembaga LP KPK meninjau lokasi pada Rabu siang, 15 Mei 2024 sekitar jam 15.00 WIB, di ujung gang pintu masuk lokasi tambang, seorang pemuda sedang sibuk mengatur lalu lintas keluar masuknya armada truk. Berjarak beberapa meter dari pintu masuk, terdapat beberapa pemuda yang sedang duduk di balik meja yang sudah disiapkan menghitung serta menerima pembayaran atas pembelian material tambang berupa tanah pedel (limestone).

Tak berhenti pada cheker di lokasi, tim awak media dan lembaga LP KPK terus melanjutkan perjalanan hingga sampai ke titik lokasi dimana disitu terdapat excavator yang sedang melakukan pengisian Galian C ke dalam dump truck.

Dalam wawancara singkat terhadap beberapa orang di sekitar titik excavator tentang siapa pemilik lokasi tambang, mereka seolah kompak tidak mau menunjukkan siapa pemilik lokasi tambang yang mereka eksploitasi. Belum lagi pertanyaan yang diajukan oleh salah satu tim kami yang menyinggung perihal status badan usaha atau perorangan yang mengelola tambang tersebut. Dia justru menjawab kurang tahu siapa pemilik lokasi tambang dan bagaimana izin legalitasnya karena semuanya bukan urusannya.

“Saya kurang paham siapa pemilik lokasi tambang ini dan bagaimana legalitasnya,“ ucap salah satu orang yang tidak mau di sebutkan namanya yang sedang duduk santai di lokasi galian C tersebut..

Saat berada di lokasi cheker yang bernama Joko, tim awak media langsung dimintai ID Card Wartawan, kemudian Joko menyodorkan amplop sambil berkata, “Wes mas, gawe tuku bensin.”

Padahal tim media dan lembaga LP KPK ingin konfrmasi ke cheker tersebut, malah dikasih uang supaya awak media tidak jadi memberitakan.

Pertambangan Tanpa Izin atau PETI seharusnya terus menjadi perhatian Pemerintah. Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin di pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, di pidana dengan pidana penjara diatur dalam Pasal 160.

Di Pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *