Berita  

LDS Group Terindikasi Transaksi senilai Hampir 5 Triliun Rupiah Tanpa Faktur Pajak

LDS Group Terindikasi Transaksi senilai Hampir 5 Triliun Rupiah Tanpa Faktur Pajak

Jakarta, Suryanews.net – Agenda Sidang lanjutan terkait tindak pidana dugaan Penggelapan dan Penipuan dengan terdakwa Alexander Victor Worontika dengan nomor perkara 551/Pid.B/2024/PN JKT.Sel, dan terdakwa Punov Michael Apituley dengan nomor perkara 552/PN.Jkt.Sel, diruang 6 prof Dr Mr.R Wirjono Prodjodikoro, Selasa (19/11), Pengadilan negeri Jakarta Selatan

JPU Menghadirkan 2 saksi terdakwa Alexander Victor Worontika dan Tuntutan Jaksa terdakwa Punov Michael Apituley.
Saksi pertama yang dihadirkan Raden Bambang Boedhi Wibowo ( mantan komisaris PT Liftech) dan Dimas Wisnukarisma ( Finance Controller PT Crane Worldwide)

Sidang tuntutan Punov Apituley yang dimulai pukul 14.00 Wib kembali ditunda dikarenakan jaksa penuntut umum menyatakan surat tuntutan belum siap, sidang akan dilanjutkan kembali Kamis (21/11) putusan Majelis Hakim Tapanuli Marbun SH MH.

LDS Group Terindikasi Transaksi senilai Hampir 5 Triliun Rupiah Tanpa Faktur Pajak

Kemudian melanjutkan ke sidang berikutnya yakni pemeriksaan saksi-saksi atas terdakwa Alexander Worotikan

Menurut salah satu kuasa hukum dari terdakwa Alexander Worotikan, Robert Paruhum Siahaan, S.H dari keterangan-keterangan yang terungkap di sidang, saksi Dimas dinilai jujur dan tulus karena menjelaskan secara gamblang terutama terkait perjanjian tertulis, restrukturisasi hutang piutang, dan surety bond antara PT Crane Worldwide dengan PT Luna Daya Sejahtera.

“Saksi Dimas ini yang dulu menjabat Finance Manager PT Crane yang sekarang menjadi Finance Controller PT Crane menurut kami, dia menjelaskan bahwa sejak awal ada perjanjian antara PT Crane Worldwide dengan PT Luna Daya Sejahtera yaitu bulan Oktober-Nopember 2018. Kemudian perjanjian ini dicover surety bond dan surety bond nya sudah divalidasi 2019-2020 itu sah semua. Jadi kalaupun ada kegagalan dalam bisnis antara PT Crane dengan PT Luna pakailah surety bond nya itulah gunanya surety bond sebagai jaminan bisnis bukan malah pakai laporan polisi yang jelas-jelas bukan jaminan bisnis,” ungkapnya kepada awak media di PN Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024).

Lebih lanjut, Robert menegaskan bahwa masalah hutang piutang PT Luna Daya Sejahtera sebesar Rp 81 miliar itu sudah direstrukturisasi sehingga sudah diakui sebagai hutang piutang berarti sudah disusun ulang di dalam perjanjian tertulis antara PT Crane Worldwide dengan PT Luna Daya Sejahtera.

“Jadi menurut pandangan kami jelas kasus ini kasus perdata kalau sampai Majelis Hakim yang menangani kasus ini menjadikannya pidana sangat salah apalagi saksi tadi sudah mengatakan ada restrukturisasi hutang piutang dan ada perjanjian tertulisnya serta dijamin oleh surety bond sangat perdata bukan hanya 100% malah 150% perdata kalau sampai pidana ya waluhalam berarti kita sudah tidak bisa memahami lagi hukum di Indonesia ini. Berarti hukum di Indonesia ini sudah carut marut dan berantakan. Jadi harapan kami kepada Majelis Hakim melihat tulusnya apa yang disampaikan saksi pada hari ini itulah yang dipegang. Dibandingkan saksi dari PT Tibeka saksi Dimas ini jauh lebih jujur karena dia bicara tentang perjanjian, hutang piutang, restrukturisasi dan Surety Bond dia terbuka sementara saksi Andree Susanto dkk banyak bohongnya dan tipunya untuk menjatuhkan Alexander dan Punov jadi kami berharap Majelis Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi Dimas ini. Kalau keterangan saksi Dimas yang dipegang oleh Majelis Hakim maka teori hukum akan sesuai kondisi hukum,” jelasnya.

“Sementara keterangan saksi Raden Bambang Wibowo, mantan Komisaris PT Liftech saya nilai tidak ada hubungannya dengan kasus klien kami karena saksi ini tidak bisa memberikan penjelasan terkait uang yang masuk ke PT Liftech saat saya tanya uang itu masuk dari mana saksi jawab tidak tahu kami pun bingung apa kaitan saksi Raden dengan kasus ini,” imbuh Robert menambahkan.

Ketua Tim Kuasa Hukum Surya Bhakti Batubara, S.H, M.M, mempertanyakan tentang tuntutan kepada terdakwa Alexander Worotikan yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selain penggelapan dan penipuan.

“Terdakwa Alexander ini selain dituntut terkait dugaan penggelapan, penipuan dan TPPU, nah kalau bicara TPPU sebenarnya ini uang apa, apakah uang dari PT Luna ke Alex atau uang dari PT Crane ke Alex dan PT Liftech ini perlu diuji apakah benar ini TPPU. Kita sudah coba tanya ini uang apa jangan-jangan ini TPPU dari PT Crane kenapa saksi pelapor yakni Country Manager PT Crane yakni Emmanuel tidak datang jadi ini menjadi tanda tanya bagi kita padahal Emmanuel ini yang menentukan proses bisnis PT Crane pada saat kejadian yakni Januari 2019 sampai Nopember 2020 setelah itu dia kabur nggak ada kejelasan. Kemudian kita berusaha coba cari fakta tentang aliran uang tersebut sebenarnya seperti apa tapi memang sulit kita membuktikannya kemana aliran uangnya karena pencucian uang tersebut berasal dari uang milik investor, uang masuk ke PT Liftech itu harus dibuktikan bahwa itu pencucian uang, begitu juga pencucian uang dari PT Luna ini juga harus jelas siapa pelapornya,” paparnya.

Sementara Palti Hutagaol S.H mengatakan, “Dari kesaksian tadi kita mendapatkan keterangan bahwa didalam perjanjian itu ada PT Luna Daya Sejahtera, PT Liftech dan PT Crane Worldwide kita melihat bahwa ada kelompok dan lembaga tertentu semacam PT itu tadi terlibat didalam lalu lintas uang ini kita menduga bahwa disini ada kaitannya di PT Crane itu. Kalau antara PT Crane dengan PT Liftech itu jelas ya kalau itu yang berkaitan namun ada rekomendasi dari PT Luna Daya Sejahtera kenapa PT Luna yang terlibat kenapa tidak langsung saja ke PT Liftech.”

Saat ditanyakan aliran dana dari kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang ditaksir merugikan negara Rp3,451 triliun yang melibatkan salah satu Direktur LPEI, Basuki Setyadjid, Surya Bhakti menegaskan dalam kasus ini tidak ada kaitannya kesana tapi yang menjadi tanda tanya bagi mereka adalah tentang uang semua investor yang masuk ke PT LDS apakah berhubungan dengan tindak pencucian uang.

“Karena dalam konteks bisnis kami menilai tidak ada pengecekan terkait bisnis, siapa pemiliknya termasuk perusahan bergerak di bidang apa semua diatas kertas mutar saja disitu karena karena uang dari investor ke PT Liftech ke PT Luna, PT PT Luna bayar begitu saja tanpa membahas masalah bisnis jadi bisnis itu cuma kedok saja,” ucapnya.

“Jadi dalam kasus banyak pengacara sesat yang membikin kasus ini menjadi rumit biasanya masalah hutang piutang meskipun wanprestasi digugat secara perdata namun kadang-kadang pengacara atau advokat ini banyak yang menyimpang dari hukum dia minta uang ke klien dan mengatakan kepada klien kita polisikan saja supaya cepat karena kalau perdata bisa 3 tahun karena ada banding, kasasi tapi kalau dipolisikan jalannya lebih cepat nah itu bisa-bisanya si pengacara ini makanya Mahkamah Agung sudah mengeluarkan yurisprudensi untuk mencegah advokat-advokat ini nakal supaya dibuat wanprestasi menjadi laporan polisi yakni penipuan. Itu namanya Yurisprudensi Pidana Nomor 4 Tahun 2018 bahwa wanprestasi sering dijadikan penipuan ini akal-akalannya pengacara, pengacara nakal banyak sekarang ini. Jadi tadi jelas bahwa kasus in adalah kasus perdata yang bisa dituntut secara perdata karena dia wanprestasi. Tapi kita menduga ada pihak lain dalam rangka mengalihkan kewajiban nya kepada orang dan mengkambing hitamkan orang lain dilakukan secara pidana,” pungkas Robert Siahaan.

Terdakwa Alexander Victor Worontika dan terdakwa Punov Michael Apituley didampingi Tim kuasa hukumnya Surya Batubara Associate & Law Firm yakni Surya Bakti Batubara SH, MM., Palti Hutagaol, SH., Zulkifli SH.,MH, Robert Parahum Siahaan SH., Sumuang Manulang SH., Drs H.Darsono EK, SH.MH., David S.Gabrial Pella, SH., Prayudhi Yehezkiel H.F.Pella, SH, M.Th., Pemuda Jaya Tambunan SH. (Ine)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *