Berita  

Food Estate Sumatra Utara Pasca Perpres Badan Otorita

Food Estate Sumatra Utara Pasca Perpres Badan Otorita

Jakarta, Suryanews.net – Meninjau pelaksanaan food Estate di Pakpak Bharat dan Humbang Hasundutan.
Kelompok studi dan Masyarakat pengembangan Prakasa masyarakat (KSPPM) telah melakukan kajian pelaksanaan program Food Estate di Pakpak Bharat dan rencana pembentukan Badan Otorita FE Sumatra Utara.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bekerjasama dengan KSPPM menggelar diskusi media untuk memaparkan hasil kajian tersebut. Sekaligus mendiskusikan situasi terkini pelaksanaan food Estate di Humbang Hasundutan, terutama pasca keluarnya Perpes Badan Otorita FE Sumut. Mengundang rekan-rekan jurnalis dan Media massa dalam kegiatan diskusi ini, Senin (16/12) pukul 13.00 wib, di Khanah KPA, jalan Batu Merah IV. Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Menghadirkan narasumber antara lain;
Delima Silalahi ( Direktur Program Kelompok studi dan pengembangan Prakasa masyarakat)., Dewi Kartika ( Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria)., Serita Siregar (warga desa Ria-ria, Humbang Hasundutan).,Marsen Sinaga (Peneliti Studio Tanya Yogyakarta)., Andi Nuralamsyah (Dirjen Prasarana dan sarana Pertanian Kementerian Pertanian)., Herban Heryanda (Dirjen Planologi Kementrian Kehutanan).

Dua hari sebelum selesai masa jabatannya sebagai presiden, Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden nomor 131 tahun 2024 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Food Estate Sumatra Utara. Selain adanya mandat membangun kelembagaan otoritatif, Perpres ini juga memperluas wilayah pengembangan menjadi empat kabupaten diantaranya Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah.

Food Estate Sumatra Utara Pasca Perpres Badan Otorita

menurut Delima Silalahi sebagai Direktur Program Kelompok studi pengembangan prakarsa Masyarakat) dampak dari program Food Estate yang justru ada persoalan menjurus perampasan tanah karena terjadi konflik horizontal, merugikan para petani karena petani tidak bisa berdaulat atas tanahnya sendiri dan terjadi diskriminasi kepada petani yang tidak ikut program food estate , pergeseran kepemilikan tanah, kehilangan makna indentitas dan sosial. Bahkan relasi Adat dan sosial terganggu.

sekjen KPA, Dewi Kartika mengungkapkan bahayanya program food estate dari perampasan tanah sampai program gagal yang terjadi berulang kali, bahkan dianggap sebagai politik pangan, program yang tidak ada bedanya hanya penggantian narasi yang membuat program tersebut seolah-olah menjadi baru. Penolakan terhadap program Food Estate menjadi point penting dalam kesimpulan diskusi ini. (ine)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *