Mojokerto, SuryaNews.net – Perkara sengketa tanah waris di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Dawarblandong, berujung penahanan. Sebanyak 12 orang yang masih bersaudara harus mendekam di penjara karena diduga melakukan perusakan rumah milik salah satu kerabatnya. Kasus yang sudah melalui gugatan perdata ini berawal dari sengketa tanah untuk jalan setapak.
Kini, belasan tersangka ditahan di Lapas Kelas II-B Mojokerto dengan status tahanan Kejari Kabupaten Mojokerto.
Kanitreskrim Polsek Dawarblandong Aiptu Agus Sadikin menceritakan, perkara yang akhirnya menyeret 12 tersangka ini bergulir dari tahun 2020 silam. Hingga sejak akhir maret lalu, tanpa adanya penahanan selama proses.
Awalnya, Sri, 30, seorang warga Desa Sumberwuluh melaporkan 12 kerabatnya karena melakukan perusakan terhadap rumahnya. Bagian emperan rumahnya dipotongi secara beramai-ramai. Perbuatan itu dilakukan karena pelapor disebut enggan merelakan tanahnya dipakai sebagai akses jalan setapak menuju rumah para tersangka.
”Terlapor ini ingin membuat jalan di samping rumah korban, akhirnya tanpa seizin pemilik, rumahnya dikepras,” jelasnya.
Pelapor menganggap rumah yang dibangun di atas tanah tersebut, adalah haknya dari warisan orang tua. Di sisi lain, terlapor menganggap masih memiliki hak memakai tanah yang menjadi bagian di pekarangan rumah pelapor untuk sekadar jalan setapak.
”Pembagian warisan itu baru omongan, untuk legalitasnya milik bersama karena masih satu sertifikat,” katanya.
Proses penanganan sengketa tanah berujung perusakan ini akhirnya dibawa ke ranah perdata. Putusan hakim PN Mojokerto, banding, dan kasasi, menyatakan pelapor tetap sebagai pemilik hak tanah. Para terlapor menggugat lewat perdata dan setelah 3 tahun, perdata ini dimenangkan pelapor.
’’Setelah proses ini selesai, pelapor meminta pidananya dilanjutkan,” tuturnya.
Dari proses penyidikan, 12 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP dengan ancaman maksimal 5,5 tahun penjara. Dari 12 tersangka itu, sebagian diantaranya sudah lansia. Mereka yang paling muda berumur 25 tahun dan paling tua 67 tahun. Hubungan keluarga mereka dengan pelapor yakni paman, keponakan, dan sepupu kerabat.
Agus menyatakan, perselisihan satu keluarga ini sudah berkali-kali dimediasi oleh kepolisian. Bahkan pihak desa ikut turun untuk merukunkan kembali. Harapannya, kasus ini dapat diselesaikan tanpa harus ada yang dipenjara.
“Sedikitnya 6 kali upaya mediasi dari tingkat polsek sampai polres sudah kami lakukan, bahkan sebelum pelimpahan ke kejaksaan kami mediasi lagi,” keluhnya.
Sementara penasihat hukum pelapor Kholil Askohar mengatakan, bahwa motif perusakan itu bukan sekadar ingin membuat jalan setapak, melainkan tengah sedang rebutan tanah. ”Membuat jalan setapak itu kan dalihnya saja. Sebenarnya ya masih ingin menguasai tanah,” ujarnya. Sejauh ini, pelapor belum ada upaya penyelesaian kasus secara mediasi maupun Restorative Justice (RJ).